11 Oktober 2011
Tunjangan Guru Tak Melekat Gaji
JAKARTA- Menteri Pendidikan Nasional M Nuh menegaskan tunjangan profesi guru tidak dapat diberikan secara bersamaan (melekat) dengan gaji yang diterima setiap bulan. Sebab, untuk mendapatkan tunjangan tersebut, guru harus memenuhi syarat minimal mengajar 24 jam per minggu.
”Karena harus diverifikasi terlebih dahulu. Persyaratan guru yang mendapatkan tunjangan profesi, minimal mengajar 24 jam per minggu,” kata M Nuh, di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional, kemarin.
Menurutnya, banyak guru yang belum dapat memenuhi syarat minimal mengajar dikarenakan sejumlah kendala. Dia mencontohkan, banyak guru yang hanya mendapatkan jatah mengajar pada semester ganjil, sedangkan untuk semester genap belum tentu mendapatkan jatah mengajar.
”Belum lagi jika ada tambahan guru, berarti harus dibagi lagi (jam mengajarnya). Karena itu, harus kita cek,” ungkap Mendiknas.
Dimanipulasi
Hal tersebut menjadi dasar bahwa tunjangan profesi tidak dapat dilekatkan dengan gaji setiap bulan. Sebab, belum tentu para guru memenuhi syarat 24 jam mengajar satu minggu.
Nuh mengatakan, pada dasarnya setiap guru memahami persyaratan tersebut. Namun karena terkendala, maka tidak menutup kemungkinan para guru memanipulasi jam mengajar mereka hanya untuk mendapatkan tunjangan tersebut.
”Bukan persoalan tahu atau tidak tahu. Kalau ingin mendapatkan (tunjangan) tapi hanya mengajar 20 jam, lalu dipalsukan menjadi 24 jam. Itu persoalannya. Banyak juga ijazah yang dipalsukan,” urainya.
Hal tersebut bukan berarti tanpa risiko. Jika kedapatan memanipulasi, ada sanksi yang harus diterima.
”Kalau tidak sampai 24 jam dan itu menjadi temuan, akan menambah perkara. Mereka harus mengembalikan, karena mereka tidak punya hak tersebut. Selain itu, juga terkena sanksi,” tutur mantan Menkominfo ini.
Dia menjelaskan, keterlambatan pembayaran tunjangan profesi tersebut disebabkan karena lamanya waktu verifikasi data yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Menurutnya, pemerintah daerah tidak mau ambil risiko atas kesalahan data jumlah mengajar, karena hal itu dapat menjadi perkara hukum.
”Mereka tidak ingin memberikan kepada orang yang tidak memenuhi persyaratan,” tegas Nuh.
Seperti diketahui, tunjangan tersebut disalurkan melalui anggaran dekonsentrasi dari Kementerian Pendidikan Nasional yang di transfer ke kas provinsi, kemudian akan disalurkan ke rekening masing-masing pendidik. Guru yang berhak menerima tunjangan itu, yang telah lulus sertifikasi.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menambahkan, tunjangan profesi tersebut memang bukan seperti gaji yang dibayarkan setiap bulan. ”Tunjangan profesi itu termasuk bagian dari dana pembangunan atau dana non-rutin, sehingga tidak dibayarkan setiap tanggal 1 layaknya gaji PNS,” tandasnya. (K32-75)
”Karena harus diverifikasi terlebih dahulu. Persyaratan guru yang mendapatkan tunjangan profesi, minimal mengajar 24 jam per minggu,” kata M Nuh, di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional, kemarin.
Menurutnya, banyak guru yang belum dapat memenuhi syarat minimal mengajar dikarenakan sejumlah kendala. Dia mencontohkan, banyak guru yang hanya mendapatkan jatah mengajar pada semester ganjil, sedangkan untuk semester genap belum tentu mendapatkan jatah mengajar.
”Belum lagi jika ada tambahan guru, berarti harus dibagi lagi (jam mengajarnya). Karena itu, harus kita cek,” ungkap Mendiknas.
Dimanipulasi
Hal tersebut menjadi dasar bahwa tunjangan profesi tidak dapat dilekatkan dengan gaji setiap bulan. Sebab, belum tentu para guru memenuhi syarat 24 jam mengajar satu minggu.
Nuh mengatakan, pada dasarnya setiap guru memahami persyaratan tersebut. Namun karena terkendala, maka tidak menutup kemungkinan para guru memanipulasi jam mengajar mereka hanya untuk mendapatkan tunjangan tersebut.
”Bukan persoalan tahu atau tidak tahu. Kalau ingin mendapatkan (tunjangan) tapi hanya mengajar 20 jam, lalu dipalsukan menjadi 24 jam. Itu persoalannya. Banyak juga ijazah yang dipalsukan,” urainya.
Hal tersebut bukan berarti tanpa risiko. Jika kedapatan memanipulasi, ada sanksi yang harus diterima.
”Kalau tidak sampai 24 jam dan itu menjadi temuan, akan menambah perkara. Mereka harus mengembalikan, karena mereka tidak punya hak tersebut. Selain itu, juga terkena sanksi,” tutur mantan Menkominfo ini.
Dia menjelaskan, keterlambatan pembayaran tunjangan profesi tersebut disebabkan karena lamanya waktu verifikasi data yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Menurutnya, pemerintah daerah tidak mau ambil risiko atas kesalahan data jumlah mengajar, karena hal itu dapat menjadi perkara hukum.
”Mereka tidak ingin memberikan kepada orang yang tidak memenuhi persyaratan,” tegas Nuh.
Seperti diketahui, tunjangan tersebut disalurkan melalui anggaran dekonsentrasi dari Kementerian Pendidikan Nasional yang di transfer ke kas provinsi, kemudian akan disalurkan ke rekening masing-masing pendidik. Guru yang berhak menerima tunjangan itu, yang telah lulus sertifikasi.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menambahkan, tunjangan profesi tersebut memang bukan seperti gaji yang dibayarkan setiap bulan. ”Tunjangan profesi itu termasuk bagian dari dana pembangunan atau dana non-rutin, sehingga tidak dibayarkan setiap tanggal 1 layaknya gaji PNS,” tandasnya. (K32-75)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar