Selasa, 07 November 2017

GERAKAN ANTI HOAX DI SEKOLAH



Oleh : Sadimin

Kepala SMAN 2 Brebes Jawa Tengah,
Ketua APKS PGRI Kab.Brebes,
Ketua FKPPG PGRI Kab.Brebes
Sekbid Pengembangan Profesi Guru PGRI Kab.Brebes

Di era teknologi saat ini banyak informasi atau berita yang menyesatkan atau bahkan fitnah. Informasi yang menyesatkan tersebut menghiasi ruang dunia maya. Informasi itu penuh dengan ujaran kebencian, kebohongan dan fitnah terhadap produk tertentu, pemimpin tertentu, kelompok masyarakat tertentu dan sering menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Informasi yang tidak benar sering kita sebut berita hoax yaitu berita kebohongan yang dibuat dengan maksud jahat dan memecah belah.
Saat ini pemerintah berupaya mencegah agar masyarakat tidak lagi mengkonsumsi informasi bohong alias hoax. Pasalnya, informasi hoax ini sudah menimbulkan kegaduhan dan pertikaian di tengah masyarakat. Sebaiknya masyarakat tidak mudah menyebar informasi yang belum jelas kebenarannya, masyarakat juga jangan mudah percaya dengan informasi begitu saja tanpa memahaminya terlebih dulu.
Masyarakat Indonesia sebetulnya rentan percaya terhadap berita hoax. Berita atau informasi hoax marak sebagai salah satu dampak dari berkembangnya peradaban siber di Indonesia dan dunia. Hampir setiap orang di Indonesia memiliki ponsel dan bisa mengakses informasi apa pun dari ponselnya tersebut. Sebanyak lebih kurang 130 juta orang di Indonesia merupakan pengguna internet lewat ponsel. Namun budaya membaca/literasi di Indonesia masih sangat rendah, sehingga mereka cenderung main share saja tanpa pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap berita yang di share tersebut.
Cara mengidentifikasi hoax ini dapat dilakukan dengan mengecek sebuah berita yang beredar: pertama, apakah sumber beritanya terpercaya, kedua, apakah beritanya baik, ketiga: apakah layak disebarkan, keempat: sebagai pembaca juga harus kritis dengan mencermati judul beritanya yang biasanya cenderung provokatif, kelima: sumber infonya dari mana, keenam: data pendukung berita baik foto/gambar/suara asli atau tidak.

Dampak negatif hoax mampu mengadu domba antar individu, antar masyarakat, antar warga negara, dan menimbulkan keresahan pada masyarakat dan negara. Berita hoax ini sering menghiasi media sosial, bahkan tumbuh subur di media social, seperti WA,facebook, twiter dan media sosial lainya.. Yang lebih parah lagi pengguna media sosial di negara kita mayoritas adalah kalangan remaja pada usia sekolah. Sehingga perlu ada gerakan anti hoax di sekolah-sekolah yang dipelopori oleh kepala sekolah dan guru-guru di sekolah tersebut. Guru sebagai pendidik sudah sepantasnya untuk memerangi berita hoax ini dan menyampaikan informasi yang benar kepada anak didiknya. Sekolah dapat mengadakan gerakan anti hoax untuk menangkal dan menanggulangi bahaya berita hoax yang berkembang di masyarakat khususnya dunia pendidikan. Kita juga harus banyak membaca agar tidak mudah terhasut oleh berita hoax, hapus berita hoax di media sosial kita dan jangan membagikan konten berita hoax kepada orang lain.

Cara mengedukasi siswa dan guru dalam menanggulangi berita hoax di sekolah
Untuk menanggulangi berita hoax di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang efektif dilaksanakan adalah:  (1) menggalakkan budaya literasi di sekolah melalui budaya baca di perpustakaan sekolah. Sebagai warga sekolah kita memiliki tanggung jawab terhadap masa depan peserta didik dan memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi peserta didik. Berbagai cara untuk mengembangkan potensi peserta didik diantaranya dapat dilakukan dengan membaca buku, baik buku fiksi maupun non fiksi, baik melalui media online maupun melalui perpustakaan sekolah.
Sebagai guru dan kepala sekolah memiliki tanggung jawab untuk mendukung perpustakaan sekolah, tanggung jawab untuk menggunakan perpustakaan sekolah, dan mendorong peserta didik untuk menggunakan perpustakaan sekolah secara maksimal. Jika guru dan kepala sekolah tidak melakukannya pada peserta didik, maka dapat dikatakan kita tidak menghargai nilai sebuah informasi, kebudayaan dan kebijakan. Untuk hal ini maka perpustakaan sekolah harus didesain sebaik mungkin dan dilengkapi dengan sumber-sumber bacaan yang lengkap.
Betapa pentingnya kemampuan membaca, dan membangun budaya baca, bagi peserta didik. Semakin banyak membaca, maka kita akan bisa mengenggam dunia. Bagi peserta didik yang malas membaca, biasanya akan mengalami kegagalan dalam studinya. Membaca adalah kunci dalam meraih sukses.
Membaca sangat penting untuk semua mata pelajaran. Membaca merupakan dasar dari pembelajaran. Biasanya anak yang berkemampuan membaca rendah akan mengalami kesulitan dalam belajar dan meraih prestasi belajar. Oleh sebab itu, sangat penting guru dan kepala sekolah membangun budaya baca di sekolah dan masyarakat. Kebiasaan anak untuk membaca akan membuat mereka mencintai membaca. Dengan mencintai membaca maka keterampilan dan kemampuan membaca peserta didik akan terus berkembang.
Kegiatan budaya membaca di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: Pertama: memberikan keteladanan dalam kegiatan membaca, baik dilakukan guru, kepala sekolah dan staf administrasi. Keteladanan ini bisa diwujudkan manakala kegiatan awal pembelajaran berlangsung yaitu 15 menit pertama. Disaat anak anak sedang membaca buku, maka guru juga memberikan contoh yang baik dengan ikut membaca. Guru diharapkan ikut membaca, tidak malah jalan-jalan maupun bermain hadphone.
Kedua: adanya waktu membaca secara rutin dan kontinyu, waktu membaca bisa diatur oleh satuan pendidikan saat awal pelajaran berlangsung selama 15 menit maupun hari-hari tertentu yang diatur satuan pendidikan.
Ketiga:  Menjadikan anak-anak cinta terhadap buku: dengan mencintai buku maka anak-anak akan gemar membaca. Saat ini anak-anak kita cenderung bermain handphone daripada membaca buku. Kondisi ini akan melemahkan prestasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di sekolah, untuk itu perlu pembatasan penggunaan handphone di sekolah.
Keempat: menata lingkungan sekolah dan kelas supaya lebih nyaman dan menyenangkan untuk membaca: lingkungan sekolah dan kelas yang nyaman akan membuat siswa merasa betah di sekolah. Lingkungan bisa ditata sebaik mungkin dengan dibuatnya banyak taman, gazebo, kolam ikan, hutan sekolah. Lingkungan kelas bisa didesain sedemikian rupa, agar siswa merasa betah untuk belajar dan tidak membosankan.
Kelima: menata perpustakaan sehingga lebih ramah anak dan nyaman untuk membaca. Perpustakaan ditempatkan pada tempat yang startegis yang bisa dijangkau semua siswa, perpustakaan dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menumbuhkan semangat membaca para siswa dan mendongkrak kehadiran siswa di perpustakaan sekolah. Selain itu petugas perpustakaan harus dipilih sumber daya manusia yang mumpuni, bisa melayani siswa dengan baik, tidak terkesan judes atau galak, dan humanis.
Keenam: menjamin ketersediaan stok buku maupun jenis bacaan lain di sekolah: stok buku perlu diperbanyak untuk menjangkau seluruh siswa dalam memanfaatkan perpustakaan sekolah. Idealnya perbandingan satu siswa satu buku. Selain buku juga disiapkan jenis bacaan lain yang menarik, seperti majalah dan koran dari berbagai media massa.
Ketujuh: adanya program budaya baca dituangkan dalam Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah. Kedelapan: adanya peran serta orang tua dan masyarakat sebagai bagian dari tri pusat pendidikan. Kesembilan: adanya penghargaan atau hadiah kepada siswa yang rajin membaca dan/atau rajin mengunjungi perpustakaan sekolah. Penghargaan ini untuk memberikan stimulus bagi siswa agar membiasakan diri untuk membaca di perpustakaan.
(2) Menggalakkan budaya menulis di sekolah, menulis adalah sesuatu yang sangat mudah, tapi tidak semua orang mau untuk menuliskan ide/gagasan atau hasil imajinasinya. Menulis perlu belajar,baik autodidak maupun melalui pelatihan. Menulis itu sebetulnya sama rasanya dengan birahi, kalau ide/gagasan belum terangkai kalimat dan tertuang dalam kertas/layar komputer rasanya belum mencapai orgasme. Tangan terasa gatal digelitik oleh pikiran kita kalau sehari belum menulis. Semakin banyak yang dilihat dan didengar tentunya juga semakin kaya akan ide tulisan. Semakin banyak buku yang dibaca juga akan berkontribusi pada kualitas hasil tulisan kita.
Budaya menulis di sekolah bisa diawali dari guru dan kepala sekolah. Sebagai guru, menulis harusnya sudah menjadi kebiasaan, karena dunianya berhubungan dengan banyak buku. Sehingga dengan rajin menulis guru tidak perlu pesan bahan ajar pada penerbit untuk pembelajaran, karena mampu membuat sendiri sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. Kenyataan di lapangan banyak guru tidak mau menulis sendiri bahan ajar yang akan disampaikan di depan peserta didik. Guru lebih konsumtif daripada produktif, sehingga hasil belajar siswa kadang tidak sesuai dengan harapan.
Guru menulis sudah selayaknya digalakkan, untuk menjaga profesionalitas seorang guru. Guru menulis harusnya menjadi budaya dimanapun guru itu berada. Gerakan literasi sekolah tanpa adanya contoh yang baik dari guru-guru kita, maka hasil tidak optimal. Peserta didik memerlukan figur guru yang rajin membaca dan menulis untuk menunjang gerakan literasi sekolah, bukan hanya rajin memberi perintah.
Kebiasaan menulis akan membuahkan hasil yang menjanjikan, baik segi financial maupun mewariskan ilmu pada orang lain. Menulis juga mengandung “zat adiktif”, karena bikin ketagihan bagi yang melakukanya. Kegiatan menulis yang dilakukan guru dan peserta didik akan mampu mengasah pikiran dan menambah pengetahuan. Sehingga mereka akan cerdas menyikapi informasi-informasi yang diterimanya.
Pengalaman penulis ketika mendapatkan berita hoax seperti, beredarnya video penganiayaan seorang guru kepada muridnya. Video ini viral di media sosial, diposting pertama kali oleh akun FB atas nama @itam.fery. Video tesebut dilakukan oleh oknum tertentu untuk melalukan provokasi di pangkalpinang tepatnya SMP 10 Pangkalpinang. Padahal kejadian tersebut tidak ada hubunganya dengan kejadian di SMP 10 pangkalpinang.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala SMP Negeri 10 Pangkal Pinang Kepulauan Bangka Belitung mengeluarkan surat bantahan terkait video pemukulan siswa yang sempat viral. Dalam surat bernomor 421.3/152/SMP 10/XI/2017 tertanggal 6 November 2017, pihak sekolah membantah tudingan tersebut dan pihak sekolah siap dilakukan pengecekan atas kebenaran video tersebut.
Menyaksikan video yang viral di medsos tersebut, membuat masyarakat kembali mengecam guru atas kekerasan yang dilakukan. Padahal pelakukanya belum tentu guru, bisa juga orang tua wali murid atau masyarakat lain. Video ini perlu dikaji keaslianya dan kebenaranya untuk menghindari fitnah dan kecaman terhadap guru.
Melihat video tersebut, penulis mengamati dulu dengan cermat dan teliti, tidak mudah membagikan berita hoax tersebut kepada teman lain. Berita hoax tersebut langsung dihapus dari ponsel penulis, untuk menghindari fitnah maupun hal yang tidak diinginkan. Hali ini penulis  lakukan karena penulis memiliki budaya membaca dan menulis yang dilakukan tiap hari, sehingga penulis tidak mudah terhasut oleh informasi yang tidak benar. Dengan budaya membaca dan menulis diharapkan kita bisa memilah dan memilih mana informasi yang benar dan mana informasi yang hoax.
Kegiatan leterasi sekolah dengan pembiasaan budaya membaca dan menulis juga akan mampu menanggulangi hoax . Para guru dan peserta didik juga akan mampu membedakan berita atau informasi yang benar maupun berita hoax. Dengan banyak membaca dan menulis kita tidak akan mudah terhasut oleh berita-berita hoax yang menyesatkan itu.
Nah dengan langkah-langkah tersebut, maka kita semua diharapkan bisa mencegah atau menangkal berita hoax yang sedang marak berkembang di masyarakat saat ini. Selamatkan bangsa dan Negara, generasi muda, dan masyarakat dari ancaman perpecahan dan perselisihan dengan mengadakan gerakan anti hoax.

Tidak ada komentar: